SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos

Pemekaran Kota Kepulauan Lease Harus Jadi Perjuangan Bersama Rakyat Maluku

Ambon, Sirimaupos.com — Pemekaran Kota Kepulauan Lease dinilai bukan hanya isu administratif, tetapi menjadi panggilan sejarah dan kehormatan bagi rakyat Maluku. Mantan Ketua Komisi A DPRD Maluku, Melki Frans, menegaskan bahwa perjuangan ini harus dilakukan bersama, demi mengembalikan peran Lease sebagai pintu sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

Menurut Melki, hasil rapat Forum Koordinasi Nasional (Forkonas) baru-baru ini memberikan angin segar bagi daerah-daerah yang menunggu pemekaran. Pemerintah pusat berencana mencabut moratorium pemekaran daerah pada Januari 2026, bersamaan dengan diberlakukannya Peraturan Pemerintah tentang Desain Strategis Daerah Otonom (Destrada) sebagai turunan dari Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014.

“Ketika moratorium dicabut, semua calon daerah otonom baru harus sudah terdaftar dalam Destrada. Maluku termasuk yang strategis karena sudah lama menyiapkan 13 calon daerah otonom baru, termasuk Kota Kepulauan Lease,” kata Melki Frans.

Ia menjelaskan, upaya pemekaran ini bukan hal baru bagi Maluku. Sejak masa pemerintahan Said Asagaf sebagai Gubernur Maluku dan alm. Etwin Huwae sebagai Ketua DPRD Maluku, telah lahir keputusan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terkait rencana pembentukan 13 daerah otonom baru di provinsi ini.

“Bahkan, DPD RI sudah mengeluarkan keputusan tentang calon-calon daerah otonom baru, dan Maluku termasuk di dalamnya. Artinya, kita sudah berada di jalur resmi menuju penetapan DOB,” lanjut Melki Frans.

Melki menegaskan, jika ada calon daerah otonomi baru yang tidak masuk daftar calon DOB pada tahap ini, maka masyarakat harus menunggu hingga 340-an  daerah otonom baru lainnya disahkan lebih dulu baru ada pendaftaran baru.

Secara administratif, Lease dinilai sudah memenuhi seluruh syarat dasar pembentukan DOB. Terdapat empat kecamatan utama dengan dukungan mayoritas desa, dan menunggu keputusan bersama antara DPRD Kabupaten dan Bupati.

“Persyaratan tidak mengharuskan seluruh desa memberikan dukungan. Setengah dari jumlah desa saja sudah cukup. Intinya, dukungan politik dan sosial masyarakat Lease sudah solid.” ujarnya.

Konsorsium pemekaran Lease, lanjut Melki, juga telah menyurati Bupati Maluku Tengah untuk mempercepat proses administrasi. Setelah deklarasi di Pulau Haruku, tim akan melanjutkan konsolidasi ke Masohi untuk menyempurnakan dokumen pemekaran.

Menurutnya, persoalan kemampuan keuangan daerah (PAD) tidak bisa dijadikan alasan untuk menolak pemekaran. Sistem fiskal Indonesia telah mengatur pembiayaan aparatur sipil negara melalui Dana Alokasi Umum (DAU), bukan hanya PAD.

“PAD itu penting, tapi bukan syarat mutlak. Lihat saja Kota Ambon, PAD-nya mungkin sekitaran Rp100 miliar, tapi apakah bisa membiayai semua ASN? Tidak. Karena Indonesia menganut prinsip kebersamaan, di mana sumber daya alam dikelola negara untuk kemakmuran rakyat,” jelasnya.

Melki juga menekankan bahwa dasar utama pembentukan daerah otonom bukan hanya ekonomi, tetapi juga sejarah dan ikatan kekerabatan antarwilayah. Lease memiliki keduanya, bahkan lebih — karena wilayah ini menjadi pintu sejarah perjuangan bangsa Indonesia.

“Saparua adalah tempat dimulainya perlawanan rakyat Nusantara terhadap kolonialisme. Tahun 1817, Pattimura dan rakyat Lease bangkit melawan penjajahan, menjadi inspirasi perjuangan di daerah lain. Tanpa Saparua, mungkin Indonesia tidak akan merdeka seperti hari ini…,” ujar Melki Frans.

Ia mengingatkan, pemekaran Kota Kepulauan Lease juga merupakan bentuk penghormatan negara terhadap jasa pahlawan nasional asal Maluku, seperti Thomas Matulessy (Pattimura), Martha Christina Tiahahu, dan para pejuang lainnya yang lahir dari tanah Lease.

“.Lease dan Banda adalah pintu masuk VOC di Nusantara. Sayangnya, sampai hari ini, wilayah yang melahirkan pahlawan nasional belum mendapat perhatian layak dari negara. Maka, pemekaran Lease harus jadi bentuk nyata terima kasih bangsa ini kepada mereka.” tegasnya.

Melki berharap seluruh rakyat Maluku, baik di daerah maupun perantauan, bersatu memperjuangkan lahirnya Kota Kepulauan Lease. Sebab, perjuangan ini bukan semata tentang pemerintahan baru, tetapi tentang pengakuan terhadap sejarah, budaya, dan martabat rakyat Maluku.

“Pemekaran Lease bukan hanya urusan administratif, tetapi perjuangan untuk menghormati leluhur dan mengangkat kembali marwah Maluku di panggung nasional. Ini perjuangan bersama seluruh rakyat Maluku..” pungkas Melki Frans.


Dapatkan berita terbaru dari SIRIMAUPOS.COM langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp kami sekarang juga.