Namlea, Sirimaupos.com — Pemerintah Daerah Kabupaten Buru melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke dua titik aktivitas tambang emas di kawasan Gunung Botak, yakni jalur B dan jalur H, pada Senin (28/7/2025). Sidak ini merupakan respons atas laporan masyarakat yang mengkhawatirkan maraknya praktik tambang tanpa izin.
Tim yang dipimpin langsung oleh Asisten III Setda Kabupaten Buru, Arman Buton, tiba di jalur B sekitar pukul 13.29 WIT. Di lokasi tersebut, tidak ditemukan pemilik aktivitas tambang yang diduga bernama Markus. Hanya beberapa pekerja yang terlihat, sementara bak-bak rendaman besar tampak tidak beroperasi.
“Kami menjalankan tugas sesuai arahan Bupati untuk melakukan pengawasan langsung terhadap kegiatan pertambangan yang diduga belum mengantongi izin resmi. Sidak dilakukan di dua titik, yaitu jalur B dan jalur H,” kata Asisten III Setda, Arman Buton.
Dari pantauan di lapangan, aktivitas pertambangan tampak terhenti seolah telah diantisipasi sebelumnya. Dugaan ini diperkuat oleh keterangan anggota tim yang menyebut pemilik lahan diduga telah meninggalkan lokasi sebelum tim tiba. Saat dihubungi via WhatsApp, Markus menyatakan bahwa ia sedang berada di Namlea.
Tim melanjutkan inspeksi ke jalur H, lokasi aktivitas Koperasi Tanila Baru (PTB). Setibanya di lokasi pukul 14.52 WIT, situasi terpantau sepi dan tidak terlihat adanya proses pengolahan emas. Padahal, berdasarkan laporan, di tempat tersebut sering terjadi aktivitas tambang.
“Tim terdiri dari berbagai instansi teknis termasuk Dinas Lingkungan Hidup, Dinas Perdagangan, KP3M, Pol PP, dan Bagian Hukum. Kami akan bekerja selama dua hari untuk menindaklanjuti temuan ini,” jelas Arman Buton lebih lanjut.
Markus, saat dikonfirmasi oleh media lokal, membenarkan bahwa kegiatan rendaman di jalur B belum mengantongi izin. Ia berdalih bahwa lahan merupakan milik pribadi yang disiapkan untuk keperluan koperasi jika telah resmi beroperasi.
> “Material atau sedimen yang saya olah diambil dari sungai jalur B. Saya memiliki kontrak selama satu tahun dengan nilai sebesar Rp1 miliar,” ujar Markus.
Namun demikian, aktivitas rendaman seperti yang dilakukan Markus secara hukum dikategorikan sebagai bentuk pengolahan, yang mensyaratkan izin resmi lingkungan dan izin usaha pertambangan (IUP). Hal ini diperkuat oleh pernyataan sumber dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Buru.
“Proses Amdal masih berjalan di sistem Amdalnet, dan memerlukan waktu untuk penyelesaian,” jelas sumber dari DLH yang enggan disebutkan namanya.
Koperasi Tanila Baru sebelumnya memang sempat mengajukan permohonan izin dengan menyebut hanya melakukan penampungan sedimen. Namun temuan lapangan menunjukkan indikasi kuat adanya proses pengolahan emas, yang melampaui batas legalitas kegiatan yang mereka ajukan.
Secara regulatif, lokasi jalur B dan H belum termasuk dalam Wilayah Pertambangan Rakyat (WPR). Tanpa penetapan WPR, setiap aktivitas tambang rakyat dinyatakan ilegal dan dapat dikenai sanksi pidana berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Pemerintah Daerah berharap aparat penegak hukum segera mengambil langkah hukum terhadap pihak-pihak yang terbukti melanggar. Langkah tegas diperlukan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan menegakkan kedaulatan hukum.
“Jika ditemukan pelanggaran hukum, kami minta aparat bertindak sesuai kewenangan. Aktivitas tambang tanpa izin adalah ancaman serius bagi ekosistem dan masyarakat,” tegas Arman Buton.
Aktivitas tambang ilegal di Gunung Botak bukan persoalan baru. Namun upaya penindakan selama ini masih belum menyentuh akar persoalan. Sidak kali ini menjadi sinyal kuat bahwa Pemerintah Kabupaten Buru tidak akan tinggal diam terhadap pelanggaran yang terus berulang.









