SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos

Masyarakat Adat Nusaniwe Tuntut TNI AU Hentikan Penguasaan Tanah Ulayat

Warga Negeri Nusaniwe mengecam tindakan sepihak TNI AU atas tanah ulayat yang telah lama menjadi sumber kehidupan dan ruang sakral masyarakat adat.

Ambon, SirimauPos – Kekecewaan mendalam menyelimuti masyarakat adat Negeri Nusaniwe, Kecamatan Nusaniwe, Kota Ambon, menyusul tindakan TNI Angkatan Udara (AU) yang diduga melakukan penguasaan sepihak atas tanah ulayat mereka. Penguasaan ini disebut-sebut akan digunakan untuk pembangunan instalasi radar, namun tanpa melalui mekanisme musyawarah atau kesepakatan bersama dengan masyarakat pemilik hak atas tanah tersebut.

Tanah yang dimaksud, terletak di kawasan strategis yang dikenal sebagai wilayah pertanian dan objek wisata paralayang. Menurut warga, TNI AU secara tiba-tiba memasang patok-patok batas lahan dengan mengklaim bahwa kawasan tersebut merupakan hutan lindung yang diperuntukkan untuk kepentingan pertahanan negara.

“Kami kecewa karena tidak pernah diajak bicara atau dilibatkan dalam rapat terkait rencana ini. Kalau hanya untuk membangun satu radar, kami tidak keberatan. Tapi masa satu radar butuh delapan hektar? Itu sangat tidak masuk akal,” kata salah satu tokoh masyarakat adat Negeri Nusaniwe.

Warga menilai tindakan TNI AU sebagai bentuk perampasan hak yang mengancam keberlangsungan hidup masyarakat adat yang telah menggantungkan ekonomi keluarga mereka di atas tanah tersebut. Di lokasi itu, masyarakat menanam tanaman pangan dan hortikultura yang menjadi sumber utama penghidupan.

“Kami bukan menolak pembangunan. Tapi tolong jangan main kuasai semua tanah kami tanpa bicara. Tanah itu milik adat, sudah kami kelola ratusan tahun. Kami tidak minta imbalan apa-apa, cukup dihormati hak kami,” tegas tokoh masyarakat lainnya.

Selain itu, masyarakat juga menyoroti dampak ekologis dan sosial yang akan timbul jika kawasan tersebut dikuasai total oleh TNI AU. Kawasan tersebut juga menjadi destinasi wisata strategis yang sering dikunjungi wisatawan lokal dan mancanegara, terutama untuk aktivitas paralayang.

“Wilayah ini sudah menjadi tujuan wisata. Kalau diambil alih TNI, akses ditutup, ekonomi masyarakat akan mati. Ini bukan hanya soal tanah, ini soal masa depan,” ujar tokoh masyarakat adat.

Kemarahan warga semakin memuncak karena Pemerintah Negeri Nusaniwe dianggap tidak menjalankan perannya secara adil. Masyarakat menilai aparat pemerintah setempat cenderung “cuci tangan” dan tidak membela kepentingan rakyatnya.

“Pemerintah Negeri terkesan masa bodoh. Mereka tutup mata terhadap persoalan ini. Padahal tugas mereka melindungi kami sebagai warga negeri adat,” ujar seorang tokoh adat lainnya.

Sebagai bentuk perlawanan, masyarakat telah melakukan aksi protes damai di kawasan Airlouw dengan mengangkat spanduk bertuliskan: “Jangan Ambil Tanah Kami” dan “#SaveParalayangNusaniweAirlouw.” Mereka menegaskan akan terus menyuarakan penolakan hingga Presiden RI mendengar langsung aspirasi mereka.

“Kami tidak akan diam. Kami akan terus berteriak sampai pesan ini sampai di telinga Presiden. Tanah ini harga diri kami. Kami tidak akan biarkan siapa pun mengambilnya dengan sewenang-wenang,” ujar salah satu tokoh masyarakat dengan nada tegas.

TNI AU hingga kini belum memberikan tanggapan resmi atas tuntutan warga. Namun masyarakat menegaskan bahwa segala bentuk pembangunan di atas tanah adat harus melalui prosedur adat, musyawarah, dan kesepakatan bersama. Mereka menolak pendekatan kekuasaan yang mengintimidasi masyarakat adat. (*)


Dapatkan berita terbaru dari SIRIMAUPOS.COM langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp kami sekarang juga.