Ambon, Sirimaupos. com – Perjuangan panjang masyarakat Kepulauan Lease untuk memekarkan diri dari Kabupaten Maluku Tengah kembali menemukan momentum baru. Setelah melewati jalan berliku sejak 2010, konsorsium Lease bersama tokoh masyarakat dan pemerintah provinsi kini mempertegas komitmen memperjuangkan pembentukan Kota Kepulauan Lease.
Pada Rabu (20/8/2025), sebuah peristiwa bersejarah tercatat ketika empat kecamatan inti—Saparua, Saparua Timur, Haruku, dan Nusalaut—menandatangani memorandum dukungan terhadap pemekaran. Penandatanganan ini menegaskan bahwa aspirasi masyarakat Lease tidak pernah padam meski tertahan moratorium pemerintah pusat selama bertahun-tahun.
“Pemekaran Lease menjadi daerah otonomi baru merupakan langkah strategis untuk memperpendek kendali pelayanan publik dan mempercepat pembangunan,” kata Ketua Konsorsium Lease, M J Saptenno.
Deklarasi perjuangan pemekaran pertama kali dicanangkan pada 31 Maret 2010. Sejak itu, berbagai upaya dilakukan, termasuk penyusunan dokumen resmi yang akhirnya diserahkan ke DPRD Maluku Tengah pada 2015. Namun, keterlambatan respons pemerintah daerah dan moratorium pemekaran daerah otonom baru membuat proses ini berlarut.
Sekretaris Konsorsium Lease, Saleh Wattiheluw, menjelaskan bahwa dokumen usulan pemekaran sebenarnya telah sampai ke pemerintah pusat melalui Gubernur Maluku pada 2015. “Namun, dengan adanya moratorium, pembahasan pemekaran daerah otonomi baru masih tertunda. Saat ini sudah ada sinyalemen pembukaan moratorium, sehingga kami harus menyiapkan kelengkapan administrasi dan teknis agar pemekaran Lease segera terwujud,” kata Saleh Wattiheluw.
Masyarakat Lease meyakini pemekaran akan membuka jalan menuju kemandirian ekonomi. Wilayah ini memiliki kekayaan alam yang melimpah, terutama perikanan, pertanian, dan pariwisata. Komoditas cengkih dan pala yang mendunia diyakini dapat menjadi pilar utama ekonomi daerah apabila dikelola dengan lebih fokus dan berorientasi ekspor.
Tokoh perempuan Lease, Merry Mail yang hadir pada pertemuan itu, menegaskan bahwa pemekaran bukan sekadar ambisi politik, melainkan kebutuhan nyata masyarakat. “Selama ini pembangunan tidak merata karena wilayah kami jauh dari pusat pemerintahan di Masohi. Pemekaran akan membawa pelayanan publik lebih dekat dengan rakyat sehingga anak cucu kita akan merasakan kesejahteraan” kata mantan asisten I Pemerintah Provinsi Maluku ini.
Namun, perjuangan ini tidak tanpa tantangan. Pemekaran wilayah membutuhkan kesiapan infrastruktur, mulai dari jalan, pelabuhan, hingga fasilitas pendidikan dan kesehatan. Selain itu, koordinasi erat antara pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten induk menjadi kunci agar pemekaran berjalan sesuai aturan hukum yang berlaku.
Meski demikian, semangat kolektif masyarakat Lease terlihat dalam berbagai kegiatan budaya, diskusi publik, hingga aksi solidaritas di perantauan. Mereka menilai perjuangan ini bukan hanya untuk generasi saat ini, melainkan juga demi masa depan anak cucu Lease.
“Kami berharap semua anak-anak Lease di mana pun berada tetap memberi doa dan dukungan. Ini adalah perjuangan bersama demi kesejahteraan generasi mendatang,” kata Saleh Wattiheluw.
Dukungan dari pemerintah provinsi Maluku juga mulai menguat, meski masih dalam tahap koordinasi. Gubernur Maluku sebelumnya pernah menyatakan komitmen untuk mendorong pemekaran daerah, termasuk Lease, sebagai solusi percepatan pembangunan di kawasan kepulauan.
Kini, bola kembali berada di tangan pemerintah pusat. Jika moratorium benar-benar dicabut, pemekaran Kota Kepulauan Lease berpotensi menjadi salah satu prioritas nasional, mengingat aspirasi yang konsisten dan potensi ekonomi yang menjanjikan. (*)









