AMBON, Sirimaupos.com — Desakan terhadap Pemerintah Pusat untuk mencabut moratorium pemekaran daerah otonomi baru (DOB) kembali mencuat. Kali ini datang dari masyarakat Lease, yang menilai kebijakan moratorium tersebut telah menghambat pemerataan pembangunan dan memperlebar kesenjangan sosial, terutama di wilayah kepulauan seperti Provinsi Maluku.
Salah satu Anggota Konsorsium Lease, Simon Gustaf Pattiwaellapia, menegaskan bahwa pemerintah perlu segera meninjau kembali kebijakan moratorium pemekaran daerah karena telah menimbulkan dampak nyata bagi pelayanan publik di daerah terpencil.
“Pemerintah harus segera mencabut moratorium pemekaran daerah otonomi baru karena rentang kendali pelayanan publik di daerah kepulauan sangat luas dan mahal. Ini menyebabkan ketimpangan pembangunan yang semakin nyata,” kata Pattiwaellapia.
Menurutnya, keterlambatan pemerintah dalam mengambil keputusan terkait pemekaran daerah telah memicu terjadinya ketidakadilan sosial di berbagai wilayah. Kondisi ini juga memperlambat upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat yang selama ini menggantungkan hidup pada potensi sumber daya lokal.
“Keterlambatan pencabutan moratorium membuat banyak daerah potensial seperti Lease kehilangan momentum untuk berkembang. Akibatnya, masyarakat di wilayah itu justru semakin tertinggal,” tegas Pattiwaellapia.
Ia menjelaskan, di Provinsi Maluku terdapat 14 calon daerah otonomi baru yang saat ini masih menunggu proses evaluasi pemerintah pusat. Wilayah-wilayah tersebut memiliki karakteristik kepulauan yang menjadikan pelayanan publik bergantung pada transportasi laut, yang tidak hanya memakan biaya besar tetapi juga berisiko tinggi.
“Maluku ini daerah kepulauan. Untuk menjangkau satu wilayah ke wilayah lain, masyarakat harus menempuh perjalanan laut berjam-jam, bahkan berhari-hari. Biaya logistik tinggi, sementara pelayanan publik terbatas. Pemekaran adalah solusi logis untuk memperpendek rentang kendali pemerintahan,” jelasnya.
Salah satu calon daerah yang dinilai sangat mendesak untuk dimekarkan adalah Kota Kepulauan Lease, yang terdiri dari Pulau Saparua, Nusalaut, dan Haruku. Lease memiliki nilai sejarah dan potensi ekonomi yang besar, namun hingga kini belum mendapatkan perhatian proporsional dari pemerintah pusat.
“Lease bukan hanya simbol sejarah perjuangan rakyat Maluku, tetapi juga pusat kebudayaan dan ekonomi yang pernah berjaya. Sekarang, daerah ini justru tertinggal dan minim pembangunan,” ujar Pattiwaellapia.
Dalam catatan Konsorsium Lease, wilayah Lease dahulu merupakan pusat perdagangan rempah dunia yang menjadi daya tarik bangsa-bangsa Eropa. Namun, dalam delapan dekade Indonesia merdeka, kawasan ini nyaris tak tersentuh pembangunan signifikan.
“Saparua yang dulu dikenal luas di Asia dan Eropa kini seperti kota mati. Pemerintah harus melihat fakta ini sebagai alarm bahwa kebijakan moratorium perlu dievaluasi secara serius,” katanya menambahkan.
Fenomena urbanisasi besar-besaran dari desa-desa di Maluku, termasuk dari wilayah Lease, menjadi sinyal lain bahwa pembangunan tidak berjalan merata. Banyak masyarakat muda memilih merantau ke Ambon atau luar daerah karena minimnya lapangan kerja dan peluang ekonomi di daerah asal.
Pattiwaellapia menegaskan bahwa desentralisasi melalui pemekaran bukan sekadar soal administrasi, melainkan langkah strategis untuk menghadirkan keadilan pembangunan di daerah kepulauan.
“Kita butuh pemerintahan yang dekat dengan rakyat. Bukan hanya di atas kertas, tapi benar-benar mampu menyentuh kebutuhan dasar masyarakat di pulau-pulau kecil,” tandasnya.
Konsorsium Lease berkomitmen untuk terus memperjuangkan aspirasi masyarakat Lease melalui jalur konstitusional, termasuk dialog dengan DPR dan kementerian terkait.
“Kami akan tetap memperjuangkan aspirasi ini. Pemerintah pusat harus membuka ruang dialog dengan daerah, bukan menutupnya dengan moratorium berkepanjangan,” tegas Pattiwaellapia.
Para pengamat kebijakan daerah menilai, tuntutan pencabutan moratorium DOB di Maluku memiliki dasar kuat, terutama karena wilayah kepulauan membutuhkan model tata kelola berbeda dengan daerah daratan. Pemekaran dinilai dapat meningkatkan efisiensi birokrasi, distribusi fiskal, dan pelayanan dasar.
Pemerintah pusat sejauh ini masih mempertahankan moratorium dengan alasan keterbatasan fiskal negara. Namun, desakan dari daerah-daerah seperti Lease menjadi penanda kuat bahwa kebijakan tersebut perlu dikaji ulang secara kontekstual dan berbasis kebutuhan lokal.(*)









