Ambon, Sirimaupos.com – Perilaku anggota DPRD secara berjenjang dimana pun, selalu menunjukan ciri hedonisme, selalu ingin memuaskan diri pribadi serta kenikmatan materi sesaat.
Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Lira Maluku Jan Sariwatin, kepada media di Ambon melalui rilise yang diterima Sirimaupos. com (Senin (3/11/2025).
Dikatakan fenomena DPRD Maluku ini tidak peduli atas kritik dari masyarakat dan siap untuk melanggar segala peraturan yang sudah ditetapkan.
Seperti halnya yang dilakukan anggota DPRD Maluku dalam melakukan kegiatan reses.
Data yang ada pada LSM LIRA Maluku berupa laporan masyarakat, di tahun 2024 Pemprov Maluku menganggarkan Belanja Barang dan Jasa sebesar Rp. 969 Milliar lebih, dengan realisasi Rp. 867 Milliar lebih atau 89,55 %.
Dari realisasi Rp. 867 milliar tersebut sebagian di antaranya yaitu sebesar Rp. 8.784.100.000,- digunakan untuk kegiatan reses anggota DPRD Maluku.
Dana sebesar Rp. 8.784.100.000 ini dicairkan melalui 8 lembar Surat Perin tah Pencairan Dana ( SP2D) dimana 4 lembar dicairkan pada tgl 7 Pebruari 2024, dan 4 lembar lainnya di cair kan pada tgl 31 Desember 2024.
Ada hal menarik dalam proses kegiatan reses dari anggota Dewan ini, dimana setelah kegiatan selesai, ter nyata sebagian besar yakni 90 % dari anggota Dewan yang tidak bisa mempertang gung jawabkan apa yang sudah mereka lakukan selama reses berlangsung khususnya dalam keuangan..
Sariwatin membeberkan bahwa selama reses berlangsung, anggota dewan ini menerima fasilitas yang cukup menggiurkan yaitu uang perjalanan dinas, uang makan/minum, uang snack, uang mobilitas, uang transport peserta, uang sewa tenda, uang sewa kursi, uang sewa sound sistem.
Dari 8 item fasilitas yang mereka terima, dengan jumlah nominal sekitar ratusan juta rupiah ini, ternyata hingga bulan Juni 2025 ada 40 anggota Dewan yang belum menyelesaikan bukti pertanggung jawaban yang lengkap dan sah dengan nilai sebesar Rp. 857.109.000,-
Bukan itu saja, dari data yang dimiliki, ada juga 15 anggota Dewan tidak menyertai bukti pertanggung jawaban dengan nilai sebesar Rp. 1.435.340.000,-
Total dana kegiatan reses yang tidak bisa di pertanggung jawabkan adalah Rp. 2.292.449.000,-, dan jumlah ini berpotensi merugikan keuangan daerah.
Menurut Sariwatin, apa yang dilakukan anggota Dewan ini telah melanggar PP No. 12 Thn 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Pasal 141 ayat 1 yang menyatakan bahwa setiap pengeluaran harus di dukung bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang di dapat dari pihak yang menagih.
Permasalahan ini bisa saja terjadi karena Sekwan tidak tertib dalam pengawasan dan pengendalian atas pertanggungan jawaban realisasi belanja reses.
Diduga ada, kolaborasi Sekwan dan Anggota DPRD Maluku untuk berspekulasi sehingga Sekwan bersama anggota dewan harus bertanggung jawab atas semua masalah yang terjadi.
Mengingat bahwa di tahun 2024 ada anggota Dewan yang tidak terpilih lagi se bagai wakil rakyat, maka proses pengembalian dana yang belum di pertanggung jawabkan agak sulit dan rumit, maka jalan terbaik adalah kasus ini harus di serahkan menjadi proses hukum, sehingga biarlah penegak hukum yang akan memproses supaya dana2 yang masih berada di tangan anggota Dewan bisa ditarik untuk di setor kembali ke Kas Daerah.
Belajar dari kasus ini, per tanda bahwa anggota DPRD Maluku tidak semuanya dapat dipercaya, padahal ketika mereka dilantik dan mengucapkan sumpah jabatan berjanji untuk bekerja secara jujur, adil, bertang gung jawab sesuau peraturan per undang-undangan yang berlaku serta mengutamakan kepentingan bangsa dan negara diatas kepentingan pribadi atau golongan.
Namun yang terjadi dalam kasus seperti ini mereka telah melanggar sumpah yang telah mereka ucapkan sendiri.
Secara politis, ketidak mampuan anggota Dewan untuk mempertanggung jawabkan keuangan, akan merusak reputasi dan kepercayaan publik terhadap anggota itu sendiri, bahkan nama baik lembaga juga bisa ikut tercemar. (*)










