SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos

Jalan Namrole–Leksula Mangkrak, DPRD Maluku dan PLT Sekwan Disorot

Ambon, Sirimaupos.com – Kinerja DPRD Provinsi Maluku kembali menuai sorotan tajam. Proyek pembangunan jalan Namrole–Leksula di Kabupaten Buru Selatan senilai Rp1,4 miliar diduga mangkrak dan bermasalah, namun lembaga legislatif terkesan tak bergerak. Aspirasi masyarakat yang disuarakan melalui dua gelombang demonstrasi juga diduga sengaja ditahan oleh Pelaksana Tugas Sekretaris Dewan, Farasun Rabiah Samal.

Proyek jalan yang seharusnya menjadi nadi transportasi antarwilayah ini digarap oleh Balai Pelaksanaan Jalan Nasional (BPJN) bersama PT Cakrawala Multi Perkasa. Namun kondisi lapangan menunjukkan proyek tersebut jauh dari kata layak. Pekerjaan disebut tidak sesuai standar dan dinilai berpotensi merugikan negara.

“Di titik Warakao, misalnya, pekerjaan dilakukan asal jadi. Penimbunan langsung ditutup aspal tanpa talud atau dinding penahan, sehingga ketika hujan turun, jalan langsung putus. Ini bentuk pengkhianatan terhadap rakyat,” kata Koordinator Lapangan Aksi, Arto Nurlattu.

Aksi demonstrasi pada Rabu, (11 /06/2025,} di halaman Kantor DPRD Provinsi Maluku oleh Aliansi Mahasiswa Buru Selatan menjadi jilid kedua dari gelombang protes sebelumnya oleh komponen masyarakat yang telah berlangsung sejak bulan lalu. Mereka menuntut pertanggungjawaban dari pihak BPJN dan kontraktor pelaksana, serta meminta aparat penegak hukum segera turun tangan.

“Ini bukan sekadar kelalaian teknis. Ini pekerjaan proyek yang tidak terstruktur, sistematis, dan sarat dugaan korupsi. Kami tidak akan diam,” tegas Putra Seleky, orator aksi.

Ironisnya, menurut informasi yang diperoleh Sirimaupos.com, terdapat indikasi kuat bahwa PLT Sekwan DPRD Maluku, Farasun Rabiah Samal, telah melakukan pertemuan tertutup dengan pihak kontraktor. Pertemuan itu diduga berujung pada kesepakatan agar aspirasi demonstran tidak diteruskan kepada pimpinan dewan maupun Komisi III DPRD.

“Kami menduga aspirasi kami sengaja dikubur di meja Sekwan. Dua kali  aksi, tapi laporan kami tidak pernah sampai ke pimpinan dewan,” ujar salah satu pendemo..

Ketidaktegasan DPRD Provinsi Maluku pun menjadi perhatian serius. Lembaga legislatif yang semestinya menjadi pengawas anggaran publik, justru terkesan pasif dan tidak becus menjalankan fungsi kontrol terhadap proyek-proyek bermasalah di daerah. Padahal miliyaran rupiah sudah dihabiskan untuk melakukan pengawasan.

“Fungsi pengawasan DPRD Maluku mati suri. Mereka hanya menunggu laporan resmi, padahal di lapangan kerusakan sudah nyata. Rakyat menderita, DPRD diam,” ujar pengamat kebijakan publik di Ambon, La Ode Marwan.

Baru setelah gelombang demo kedua, Komisi III DPRD Provinsi Maluku akhirnya menerima perwakilan demonstran dan menyatakan akan menindaklanjuti laporan. Namun, banyak pihak menilai respons ini terlambat dan hanya bersifat reaktif.

“Seharusnya DPRD menjadi garda depan dalam memastikan setiap sen uang negara digunakan untuk rakyat, bukan justru menunggu dipermalukan dulu lewat aksi mahasiswa,” kritik La Ode lagi.

Kasus proyek jalan Namrole–Leksula kini menjadi simbol dari kegagalan sistemik dalam pengawasan pembangunan infrastruktur di Maluku. Masyarakat pun mendesak agar Kejaksaan Tinggi dan Polda Maluku segera melakukan penyelidikan mendalam terhadap dugaan korupsi dalam proyek ini. (*)


Dapatkan berita terbaru dari SIRIMAUPOS.COM langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp kami sekarang juga.