Jakarta, Sirimaupos.com – Industri jasa keuangan syariah nasional mencatat kinerja positif sepanjang semester pertama 2025. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan, hingga Juni 2025, total aset keuangan syariah nasional mencapai Rp2.972,94 triliun atau tumbuh 8,21 persen year on year (yoy), dengan pangsa pasar 11,47 persen terhadap total industri keuangan nasional.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menegaskan bahwa capaian tersebut menunjukkan ketahanan keuangan syariah di tengah ketidakpastian ekonomi global.
“Pertumbuhan ini terjadi di tengah ketidakpastian global, sekaligus membuka peluang besar bagi perbankan syariah untuk mendukung perekonomian domestik,” kata Dian.
Pertemuan dengan pelaku usaha dan industri perbankan syariah di Aceh pada Sabtu (30/8) menjadi momentum penting bagi OJK dalam menyampaikan capaian tersebut. Pertumbuhan aset perbankan syariah yang mencapai Rp967,33 triliun atau naik 7,83 persen yoy, bahkan lebih tinggi dibandingkan perbankan nasional dan konvensional yang masing-masing hanya tumbuh 6,40 persen dan 6,29 persen.
“Pangsa pasar perbankan syariah kini sudah mencapai 7,41 persen terhadap perbankan nasional, tren positif yang menunjukkan semakin besarnya kepercayaan masyarakat,” kata Dian.
Selain perbankan, pasar modal syariah juga mencatat lonjakan aset menjadi Rp1.828,25 triliun atau tumbuh 8,23 persen yoy. Sementara itu, industri keuangan non-bank (IKNB) syariah tumbuh 10,20 persen yoy dengan total aset Rp177,32 triliun.
OJK menilai pertumbuhan ini merupakan hasil dari kebijakan strategis melalui Roadmap Pengembangan dan Penguatan Perbankan Syariah Indonesia 2023–2027 (RP3SI). Peta jalan tersebut menjadi panduan untuk mewujudkan industri perbankan syariah yang sehat, efisien, berdaya saing, serta berkontribusi signifikan bagi perekonomian.
“RP3SI menjadi kerangka kerja penting agar perbankan syariah dapat tumbuh berkelanjutan, tidak hanya secara komersial tetapi juga sosial,” ujar Dian.
Sebagai bagian dari implementasi roadmap tersebut, OJK meluncurkan produk inovatif Cash Waqf Linked Deposit (CWLD). Produk ini menggabungkan fungsi sosial dan komersial, dengan pemanfaatan dana wakaf untuk mendukung pembiayaan UMKM sekaligus pembangunan sosial ekonomi masyarakat.
Program CWLD telah dijalankan secara sinergis bersama pemerintah daerah, termasuk di Kota Wakaf Tasikmalaya dan Kabupaten Siak. Dana wakaf dikelola secara produktif untuk mendukung pembangunan sosial, ekonomi, dan pemberdayaan usaha kecil.
“OJK mendorong agar wakaf tidak hanya menjadi instrumen sosial, tetapi juga berperan dalam penguatan ekonomi daerah,” kata Dian.
Selain CWLD, pembiayaan istishna’ juga menjadi fokus pengembangan perbankan syariah di tingkat Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Skema ini menyediakan solusi pembiayaan untuk rumah indent, renovasi, dan pemesanan barang/jasa dengan jangka waktu pendek.
Untuk memperkuat pemahaman industri, OJK secara konsisten mengadakan workshop produk syariah di berbagai daerah. Tahun ini, CWLD dan pembiayaan istishna’ menjadi prioritas pelatihan.
“Edukasi kepada pelaku industri sangat penting agar produk syariah benar-benar inklusif dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat,” kata Dian.
Sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK juga membentuk Komite Pengembangan Keuangan Syariah (KPKS). Komite ini diharapkan menjadi motor penggerak dalam memperkuat tata kelola keuangan syariah di Indonesia.
Dengan dukungan para pakar eksternal, KPKS akan menjadi instrumen penting dalam mempercepat pengembangan keuangan syariah. Langkah ini sekaligus mempertegas peran keuangan syariah sebagai pilar utama dalam menopang perekonomian nasional maupun daerah.
“OJK berkomitmen agar keuangan syariah tidak hanya tumbuh secara angka, tetapi juga memberi manfaat nyata bagi masyarakat luas,” tegas Dian.
Pertumbuhan positif industri jasa keuangan syariah ini dipandang sebagai momentum untuk memperluas inklusi keuangan sekaligus memperkuat daya tahan ekonomi nasional di tengah dinamika global.(*)










