SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos

Tragedi Hhnuth, Warga: “Kami Seperti Bukan Bagian NKRI”

AMBON, Sirimaupos.com — Kekerasan kembali mencederai perdamaian di Maluku. Selasa (19/8/2025) siang, Desa Hunuth, Kecamatan Teluk Ambon, diguncang aksi brutal massa yang diduga berasal dari Negeri Hitu. Puluhan rumah dibakar, anak-anak menangis histeris, dan warga merasa aparat keamanan sengaja melakukan pembiaran.

Serangan berlangsung hampir empat jam tanpa intervensi berarti dari aparat. Jarak lokasi kejadian dengan markas pasukan Brimob dan batalion TNI yang hanya beberapa kilometer menambah kecurigaan warga bahwa ada skenario besar di balik tragedi ini.

“Kami tidak tahu siapa mereka, datang ngamuk tanpa alasan, menantang warga berkelahi. Rumah saya ikut dibakar, anak-anak saya hampir terjebak di dalam,” kata warga Hunuth, Hely Tahalea.

Menurutnya, saat massa membakar rumah, ada aparat yang hanya berdiri menyaksikan.

“Bagaimana tidak, anak saya yang baru berumur tiga tahun dan satu tahun ketakutan luar biasa. Rumah hasil kerja keras menjual lukisan habis terbakar. Tapi mukjizat nyata, lukisan Yesus tetap utuh meski rumah ludes.” ujar Hely dengan mata berkaca-kaca.

Ia menilai tindakan massa tidak berdiri sendiri. “Ini bukan sekadar keributan antarwarga, ini pola yang diskenariokan. Aparat tahu potensi konflik, tapi mereka biarkan. Kami seperti dianggap warga negara kelas dua,” kata Hely.

Sejumlah warga juga menyuarakan kekecewaan. “Apa salah kami? Apakah kami bukan bagian dari NKRI sehingga dibiarkan massa membakar rumah kami?,” ujar salah seorang korban yang menolak disebut namanya.

Tragedi Hunuth bukan kali pertama. Gesekan serupa disebut sudah beberapa kali terjadi. Namun penyelesaiannya selalu berhenti pada penandatanganan berita acara damai tanpa tindak lanjut hukum. “…Polsek Teluk Ambon hanya menyelesaikan dengan tanda tangan agar tidak diulangi. Tapi nyatanya selalu terulang. Ini pembiaran!…,” kata Hely dengan nada keras.

Pola yang terjadi, menurut warga, mengingatkan pada konflik Maluku di masa lalu. Mereka khawatir ada pihak yang ingin menghidupkan kembali trauma lama demi kepentingan tertentu. “…Kelompok barbar ini jelas dikorbankan untuk kepentingan. Entah kepentingan siapa, hanya aparat hukum yang bisa mengusut…,” kata Hely.

Warga menegaskan tragedi Hunuth bukanlah bentrokan antar desa sebagaimana diberitakan sebagian media nasional. “Tidak ada bentrok. Yang terjadi adalah warga Hitu datang membakar rumah kami. Itu faktif,” tandas Anes, warga lainnya.

Mereka menuntut agar TNI dan Polri menindak tegas aktor intelektual di balik serangan. “…Kalau TNI-Polri tidak mampu menegakkan hukum, berarti mereka sengaja menciptakan konflik baru. Jangan jadikan Maluku sebagai bisnis keamanan…,” tegas seorang tokoh pemuda setempat.

Kekecewaan mendalam juga ditujukan kepada keberadaan satuan keamanan yang banyak ditempatkan di Ambon. “…Di kota ini ada Brimob, Samapta, batalion A, B, C. Tapi kami tetap tidak dilindungi. Kalau tidak bisa memberi rasa aman, jangan lagi dirikan pasukan di tanah leluhur kami…,” ungkap warga dengan nada getir.

Warga Hunuth kini hanya berharap keadilan ditegakkan dan aktor di balik tragedi ini segera ditangkap. Mereka percaya, jika negara terus melakukan pembiaran, maka yang lahir hanyalah luka baru di tanah Maluku.

“Negara tidak boleh melegalkan tindakan barbar. Negara harus hadir melindungi rakyatnya. Kalau tidak, jangan salahkan kami bila kehilangan kepercayaan pada aparat,” tutup Hely Tahalea.(**)


Dapatkan berita terbaru dari SIRIMAUPOS.COM langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp kami sekarang juga.