Ambon, Sirimaupos.com – Momen haru dan penuh makna menyelimuti Auditorium Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura (Unpatti) pada Kamis, 24 Juli 2025, saat 36 dokter baru secara resmi dikukuhkan dan diambil sumpahnya. Prosesi ini bukan sekadar seremoni akademik, melainkan penanda awal perjuangan baru para dokter muda untuk mengabdi di Provinsi Maluku yang hingga kini masih menghadapi kekurangan tenaga medis.

Dengan pengukuhan ini, jumlah total lulusan dokter dari Fakultas Kedokteran Unpatti telah menembus angka 500 orang, menjadikannya sebagai salah satu pilar strategis penyedia sumber daya manusia kesehatan di wilayah kepulauan timur Indonesia.
“Ini bukan sekadar jabatan, tetapi awal dari sebuah pengabdian yang penuh tantangan di tengah kompleksitas sosial dan geografis Maluku,” kata Dekan Fakultas Kedokteran, Farah Christina Noya.

Ia menegaskan bahwa Fakultas Kedokteran Unpatti merancang kurikulum yang adaptif terhadap tantangan lokal. Para mahasiswa dibekali dengan pengetahuan sosial dan medis yang relevan agar mampu memahami konteks khas masyarakat Maluku.
“Banyak dari mereka bukan berasal dari Maluku, tetapi mereka telah menandatangani MoU untuk mengabdi di sini. Ini menjadi bukti nyata komitmen terhadap negeri ini,” tambahnya.
Provinsi Maluku dikenal dengan karakter wilayahnya yang tersebar di ribuan pulau dan dikelompokkan dalam 12 gugus pulau. Sebaran geografis ini menciptakan kesenjangan distribusi tenaga medis yang cukup tajam, terutama di wilayah terpencil dan pesisir.
Asisten Pemerintahan dan Kesra Provinsi Maluku, Djalaludin Salampessy, yang hadir mewakili Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, menyampaikan apresiasi kepada seluruh civitas akademika Unpatti dan para orang tua mahasiswa.
“Kita bangga dengan anak-anak kita. Hari ini mereka bukan hanya menyelesaikan pendidikan, tetapi mereka membawa harapan bagi masyarakat tentang masa depan kesehatan di Maluku,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa apa yang dilakukan Fakultas Kedokteran Unpatti selaras dengan Sapta Cita Gubernur Maluku yang mengedepankan pelayanan dasar, khususnya di sektor kesehatan.
“Saya berharap para dokter muda ini menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan profesionalisme, serta mampu beradaptasi dengan realitas geografis Maluku — baik di pesisir, dataran tinggi, maupun perkotaan,” imbuh Salampessy.
Meski pengukuhan ini menjadi momen puncak dari perjuangan bertahun-tahun, tak bisa dipungkiri bahwa jalan menuju titik ini dipenuhi tantangan berat. Ketatnya seleksi masuk, mahalnya biaya kuliah, hingga tekanan akademik menjadi penyaring alami dalam dunia pendidikan kedokteran.
“Tidak sedikit yang gugur di tengah jalan. Karena itu, pencapaian ini patut dihargai dan diiringi dengan tanggung jawab moral yang besar,” lanjut Farah Christina Noya.
Selain pengambilan sumpah, prosesi juga ditandai dengan penandatanganan kesediaan para dokter baru untuk ditempatkan di berbagai wilayah Maluku, terutama di daerah yang belum memenuhi rasio dokter-pasien sesuai standar WHO.
Pemerintah daerah pun diharapkan turut memberi perhatian terhadap pengembangan jenjang pendidikan spesialis bagi para dokter ini, sebagai investasi jangka panjang demi meningkatkan kualitas layanan kesehatan masyarakat Maluku.
“Kami berharap ada dukungan agar mereka yang mengabdi di Maluku dapat disekolahkan kembali menjadi dokter spesialis,” harap Noya.(*)









