SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos

Tak Becus, DPRD Maluku Kini Jadi Langganan Demo

Ambon, Sirimaupos. com,– Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Maluku kembali menjadi sorotan tajam publik. Lembaga legislatif ini dinilai tidak becus memperjuangkan aspirasi masyarakat, hingga kerap menjadi sasaran aksi unjuk rasa dari mahasiswa, pemuda, LSM, maupun kelompok masyarakat adat.

Gelombang ketidakpercayaan publik semakin terasa dalam beberapa bulan terakhir. Aspirasi rakyat yang seharusnya diperjuangkan kerap hanya berakhir pada janji politik tanpa realisasi. Kamis (25/9/2025), DPRD Maluku kembali didemo, kali ini oleh kelompok pemuda asal Pulau Wetar.

Aksi tersebut berfokus pada protes terhadap dampak aktivitas tambang di Wetar, Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD). Massa menilai DPRD tidak menunjukkan keberpihakan yang jelas kepada masyarakat yang haknya dirampas perusahaan tambang.

“Kami akan bertemu gubernur untuk meminta dihentikan sementara sambil bernegosiasi. Jika diteruskan, maka apa yang harus dilakukan perusahaan kepada masyarakat Wetar.” kata pimpinan Komisi II DPRD Maluku, John Laipeny, saat menemui pendemo di Gedung DPRD.

Namun, pernyataan itu justru dianggap angin lalu oleh para pengunjuk rasa. Mereka menilai DPRD Maluku hanya pandai beretorika, sementara realisasi kebijakan nihil.

“Rakyat Wetar selama ini sangat dirugikan karena kontribusi miliaran rupiah dari perusahaan tambang hanya dinikmati Pemkab MBD. DPRD Maluku jangan asal bicara dan berkampanye, hasilnya nol besar,” tegas salah seorang pendemo kepada wartawan Sirimaupos.com.

Aksi ini menambah daftar panjang demonstrasi yang mengepung kantor DPRD Maluku sepanjang 2025. Hampir setiap pekan, kantor dewan disatroni kelompok berbeda dengan isu mulai dari tambang, tata kelola anggaran, hingga persoalan pelayanan publik.

Aktivis Universitas Pattimura, Herman Latumeren, menilai bahwa derasnya gelombang demo mencerminkan krisis legitimasi DPRD di mata rakyat. Menurutnya, kinerja legislator kian jauh dari fungsi representasi rakyat.

“DPRD Maluku kehilangan kepercayaan publik karena lebih banyak sibuk dengan kepentingan politik ketimbang kepentingan rakyat. Ini gejala yang serius bagi demokrasi lokal.” kata Latumeten.

Selain itu, masyarakat menilai DPRD hanya berperan sebagai perpanjangan tangan pemerintah provinsi maupun kepentingan korporasi. Padahal, fungsi pengawasan seharusnya menjadi ujung tombak dalam mengawal kebijakan publik.

Kekecewaan masyarakat Wetar kian memuncak karena aktivitas tambang tidak memberi manfaat signifikan bagi warga lokal. Infrastruktur masih minim, lapangan kerja terbatas, sementara dampak lingkungan terus memburuk.

“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kalau hanya menguntungkan perusahaan dan pemerintah, sementara masyarakat jadi korban, DPRD harus bertanggung jawab…,” ujar Yohanis, salah satu tokoh pemuda Wetar.

Ironisnya, DPRD Maluku kerap mengumbar janji menindaklanjuti aspirasi, tetapi jarang ada hasil konkret. Hal inilah yang membuat kantor dewan seolah menjadi “panggung” demonstrasi rutin.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang relevansi DPRD Maluku dalam memperjuangkan suara rakyat. Jika terus berlangsung, krisis kepercayaan publik bisa menjelma menjadi krisis politik yang lebih luas.(*)


Dapatkan berita terbaru dari SIRIMAUPOS.COM langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp kami sekarang juga.