SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos

Strategi Go To Nature Jadi Kunci Eliminasi Malaria di Kepulauan Maluku

Oleh :Prof. Dr. Maria Nindatu, M.Kes, (Pidato Pengukuhan Guru Besar Bidang Ilmu Parasitologi Fakultas Sains dan Teknologi Disampaikan pada Sidang Terbuka Senat Universitas Pattimura 11 Agustus 2025)

Ambon, Sirimaupos.com – Upaya eliminasi malaria di Kepulauan Maluku mendapatkan dorongan baru melalui strategi berbasis prinsip Go To Nature (Kembali ke Alam). Strategi ini mengandalkan penelitian tanaman obat lokal, pengendalian vektor ramah lingkungan, dan pengawasan lintas sektor untuk memutus rantai penularan penyakit.

Hal ini terungkap pada pidato pengukuhan Guru Besar Prof Dr Maria Nindatu, M.Kes, dosen pasca, sarjana Universitas  Pattimura yang menguraikan tiga program utama yang menjadi fokus eliminasi malaria di wilayah kepulauan.

“Kita menghadapi tantangan resistensi Plasmodium terhadap obat-obatan antimalaria. Pendekatan kembali ke alam menjadi alternatif yang efektif, aman, dan berkelanjutan,” Papar  Nindatu

Program pertama menekankan penurunan tingkat parasitemia dan peningkatan imunitas tubuh melalui pemanfaatan tanaman obat yang telah digunakan secara turun-temurun. Tanaman seperti cempedak (Artocarpus champeden), lemburung meit (Clerodendrum inerme), kayu titi (Alstonia sp), sambiloto (Andrographis paniculata), dan lamun (Enhalus acaroides) terbukti memiliki potensi antimalaria yang kuat berdasarkan penelitian ilmiah.

“Air rebusan lamburung meit terbukti mampu menurunkan kepadatan parasit malaria pada penderita sejak hari ketiga, tanpa menimbulkan efek toksik pada hati dan ginjal,” kata peneliti kesehatan masyarakat, sebut Nindatu.

Program kedua fokus pada pengendalian nyamuk Anopheles, vektor utama malaria, dengan cara ramah lingkungan. Penelitian menemukan potensi tanaman nilam (Pogestemon cablin) sebagai losion penolak nyamuk, daun cengkeh hutan (Syzygium obtusifolium) dan biji hutun (Barringtonia asiatica) sebagai larvasida alami yang efektif pada konsentrasi rendah.

“Penggunaan insektisida hayati mengurangi risiko resistensi nyamuk dan mencegah pencemaran lingkungan, sehingga menjadi solusi yang tepat bagi wilayah endemis,” katanya.

Program ketiga menyoroti pentingnya pengawasan dan kolaborasi terintegrasi lintas sektoral sesuai Permenkes Nomor 22 Tahun 2022. Targetnya, pada 2028 seluruh kabupaten di Maluku bebas kasus indigenous malaria.

Koordinasi lintas sektor dan partisipasi aktif masyarakat adalah kunci. Sanitasi lingkungan dan pemetaan ulang wilayah berisiko akan mempermudah eliminasi malaria.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan prevalensi malaria di wilayah timur Indonesia, termasuk Maluku, masih mencapai 44,5% berdasarkan gejala klinis. Meski demikian, capaian eliminasi malaria di Maluku sudah di atas 70%, mengarah pada target nasional bebas malaria tahun 2030.

Pemerintah provinsi memanfaatkan kebijakan pelayanan kesehatan tradisional integratif dan pengembangan sentra penapisan tanaman obat untuk mendukung riset dan inovasi produk berbasis potensi lokal. Inisiatif ini diharapkan dapat menghasilkan nutraceutical yang mampu meningkatkan daya tahan tubuh masyarakat di wilayah endemis.

“Jika kita konsisten menggabungkan ilmu pengetahuan modern dengan kearifan lokal, Maluku dapat menjadi model eliminasi malaria berkelanjutan bagi Indonesia bahkan dunia,” tegas Guru Besar di bidang kesehatan ini. (*)


Dapatkan berita terbaru dari SIRIMAUPOS.COM langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp kami sekarang juga.