SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos
SirimauPos

Diduga Fitnah Rektor Unpatti, Berty Wairisal Terancam Pemberhentian dan Proses Pidana

AMBON, Sirimaupos.com – Universitas Pattimura (Unpatti) resmi membentuk tim etik internal untuk memeriksa dugaan fitnah dan pencemaran nama baik terhadap Rektor Fredy Leiwakabessy oleh dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP), Berty Wairisal. Langkah ini diambil setelah batas waktu klarifikasi yang diberikan oleh Tim Hukum Unpatti berakhir tanpa tanggapan dari yang bersangkutan.

Kasus bermula dari pernyataan Berty Wairisal di media yang menyebut telah memberikan uang Rp 30 juta kepada rektor, dan sisanya digunakan untuk biaya operasional pimpinan. Pernyataan ini dinilai merugikan nama baik pribadi rektor dan institusi.

“Pernyataan itu sangat merusak citra kampus. Kami akan menunggu arahan dari pak rektor untuk memproses sesuai mekanisme etik dan hukum,” kata Tim Hukum Unpatti Sherlock Lekipiow Senin (11/8/2025).

Berty juga telah dilaporkan oleh pihak kontraktor atas dugaan penipuan setelah meminjam uang Rp 200 juta dengan janji memberikan proyek di kampus Unpatti. Proyek tersebut tidak pernah terealisasi, sehingga laporan resmi diajukan ke pihak berwenang.

Dalam sambutannya saat pengukuhan guru besar di Auditorium Unpatti, Rektor Unpatti Fredy Leiwakabessy mengumumkan pembentukan tim etik. Tim tersebut akan memanggil Berty Wairisal untuk memberikan klarifikasi resmi.

“Tim etik akan mengkaji secara menyeluruh dan memutuskan langkah tegas sesuai kode etik ASN dan ketentuan hukum yang berlaku,” ujar Rektor

Pantauan Sirimaupos.com, rapat pembentukan tim etik digelar sesaat setelah acara pengukuhan guru besar, dihadiri para wakil rektor, pimpinan badan, dan lembaga kampus. Agenda rapat mencakup penetapan susunan tim serta penjadwalan pemeriksaan.

Sumber internal rektorat menegaskan bahwa sanksi akademis hingga pemberhentian bisa dijatuhkan jika terbukti melanggar kode etik. “Sanksi akan diberikan proporsional sesuai tingkat pelanggaran,” kata sumber tersebut.

Sementara itu, di luar mekanisme etik, Tim Hukum Unpatti memastikan bahwa proses hukum akan tetap berjalan. Laporan ke kepolisian akan diajukan atas dugaan pencemaran nama baik dan penyebaran informasi tidak benar.

“Ini bukan sekadar masalah internal, tetapi juga menyangkut ranah hukum. Institusi tidak akan mentolerir tindakan yang mencoreng integritasnya,” kata Kuasa Hukum Unpatti.

Secara hukum, dugaan pencemaran nama baik diatur dalam Pasal 310 dan 311 KUHP, serta Pasal 27 ayat (3) UU ITE. Ancaman hukuman maksimal empat tahun penjara dan denda hingga Rp 750 juta.

Dalam konteks ASN, pelanggaran kode etik dapat berujung pada teguran, penurunan pangkat, hingga pemberhentian. Proses etik biasanya dilakukan lebih cepat dibanding proses pidana, namun hasilnya dapat menjadi dasar bagi tindakan hukum lanjutan.

“Kasus ini bisa menjadi preseden penting bagi penegakan disiplin dan etika di lingkungan perguruan tinggi,” kata pengamat hukum pendidikan di Ambon.

Kasus ini menjadi perhatian publik Maluku, mengingat posisi Berty sebagai dosen aktif dan anggota civitas akademika. Proses yang transparan dan tegas diharapkan dapat menjaga stabilitas kampus serta memastikan lingkungan akademik tetap kondusif. (*)


Dapatkan berita terbaru dari SIRIMAUPOS.COM langsung di ponsel Anda! Klik untuk bergabung di Channel WhatsApp kami sekarang juga.