Ambon, Sieimaupos.com – Kordinator Wilayah Maluku LSM LIRA, Yan Sariwating akhirnya melapirkan 35 anggota DPRD Kota Ambon terkait dugaan penyalagunaan dana Pokir DPRD Kota Ambon tahun 2021 dan 2022.
Dalam rilis yang diterima Sirimaupos.com kamis kemarin Koordinator Wilayah LSM LURA Malujku Yan Sariwating mengungkapkan bahwa pihaknya telah merlapor anggota DPRD Kota Ambon karena diduga telah melakukan suatu perbuatan yang berpotensi menghambat pembangunan Nasional serta merugikan keuangan daerah, atau setidak-tidaknya melakukan suatu kompromi untuk meraup keuntungan yang tidak wajar atas pengelolaan Dana Pokir Tahun 2021 dan 2022
Dikatakan, sesuai dengan fungsi dan tugas LSM, maka pihaknya telah melakukan kontrol (pengawasan) terhadap jalannya Pemerintahan yang bersih, upaya Penegakan Hukum dan Demokrasi di Indonesia khususnya di Provinsi Maluku
Bahwa LSM Lumbung Informasi Rakyat (LIRA) Maluku yang saya pimpin ini dengan sangat tegas telah mengangkat dan memberitakan berbagai macam tindakan penyelewengan dan penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh Pejabat-Pejabat teras maupun oleh Aparat Birokrasi lainnya, yang bermuara pada adanya perbuatan tindak pidana korupsi
Bahwa dalam menjalankan fungsi kontrol yang sehat, maka LSM LIRA Maluku tidak akan/tidak pernah berkompromi dengan siapapun juga dalam mengangkat kasus-kasus Tindak Pidana Korupsi, selain melaporkan kasus-kasus itu ke Aparat Penegak Hukum
Sesuai Undang Undang Dasar 1945, Undang Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Pasal 41 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Adapun pokok laporan yairu POKOK LAPORAN ĺĺĺDi tahun 2021, ada 361 paket proyek dengan skema Pengadaan Langsung (PL), dimana masing-masing proyek dengan nilai nominal dibawah Rp. 200 juta
Dari 361 proyek PL ini, sebagian besar yaitu sebanyak 321 proyek, merupakan usulan Pokok-Pokok Pikiran (POKIR) DPRD dengan total anggaran senilai Rp.55.6 miliar.
Dengan anggaran sebesar Rp.55.6 miliar untuk 321 proyek maka masing-masing anggota DPRD mulai mengatur strategi bagaimana supaya proyek-proyek ini bisa mereka kelola sendiri
Padahal mereka harus tahu bahwa dalam manajemen pengelolaan dana POKIR area ini menjadi sisi rawan terjadinya tindak pidana korupsi. Apalagi ada ketegasan dari Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) dan harus dipatuhi, bahwa anggota DPRD tidak punya hak dan wewenang untuk mengelola dana POKIR , itu menjadi kewenangan dari pihak Executive (Pemkot), DPRD hanya mengawasi pelaksanaan dan realisasinya
Akibatnya proyek-proyek yang ditangani anggota DPRD melalui dana POKIR menjadi masalah dan berpotensi terjadinya perbuatan tindak pidana korupsi
Pekerjaan PL ternyata membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD antara lain :
Selain itu, dalam proses pengajuan dan penetapan pekerjaan PL, tidak ada proposal, namun semuanya diusulkan langsung oleh anggota DPRD
Dari 321 proyek POKIR, ada 24 proyek yang dikerjakan amburadul tidak sesuai dengan spek, berakibat pekerjaan tidak bermutu bahkan ada yang kurang volume, dan berpotensi terjadi kebocoran keuangan daerah dengan akumulasi sebesar Rp. 500 juta lebih
Menurutnya, dalam proses penetapan kontraktor pelaksana, DPRD berlaku sangat diskriminatf, bahkan terkesan tidak adil
Ada 1 orang kontraktor bisa mengerjakan 4 hingga 5 proyek dalam 1 desa/negeri seperti contoh di Desa Tawiri ada 5 proyek pekerjaan drainase, dikerjakan hanya oleh CV Excel Pratama ( EP ) dengan akumulai dana sebesar Rp.800 juta lebih. Kemudian di Desa Halong ada 4 proyek pekerjaan drainase dikerjakan hanya oleh CV. Puteri Kembar Permai (PKP) dengan akumulasi dana sebesar Rp.400 juta lebih
Begitu juga dilokasi yang lain ada 5 proyek pemasangan lampu jalan, hanya dikerjakan oleh CV. Panamas dengan akumulasi dana sebesar Rp.700 juta lebih. Begitu juga dengan CV. Barestu yang mengerjakan 4 proyek lampu jalan, kemudian 4 proyek penahan badan jalan dikerjakan hanya oleh CV. Soepandji
Dana sebesar Rp. 55.6 miliar digunakan hanya untuk memenuhi usulan dari anggota DPRD berupa POKIR dewan dan dipakai sebagai PL, dimana semuanya berupa paket proyek seperti pembuatan drainase, talud, lampu jalan, jaringan air bersih dan laun
Dari anggaran PL sebesar Rp.55.6 miliar, ternyata sampai dengan selesai tahun anggaran 31-12-2021, realisasi pembayaran proyek hanya sebesar Rp.13.2 miliar, sehingga sisanya sebesar Rp. 42.4 miliar lebih, merupakan gagal bayar, akibatnya menjadi hutang Pemkot Ambon
Hal tersebut menegaskan, bahwa perencanaan dan realisasi PL tidak mempertimbangkan kemampuan keuangan daerah dan ketersediaan anggaran
- Tahun Anggaran 2022
Tidak berbeda dengan tahun 2021, ditahun 2022 ini juga proses pengelolaan dana POKIR, diduga semuanya diatur oleh anggota DPRD. Akibatnya dalam pekerjaan proyek PL, telah membawa dampak serius atas sejumlah pelanggaran yang dilakukan oleh anggota DPRD antara lain :
- Tidak ada proposal yang diajukan, namun seluruhnya diusulkan langsung oleh anggota DPRD
- Ada beberapa lokasi proyek yang dipindah, tidak pada lokasi usulan awal, bahkan ada proyek yang semula dianggarkan, tapi entah kenapa proyek tersebut diganti dengan proyek lain
- Ada proyek yang awalnya tidak masuk dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), namun diajukan sebagai proyek baru pada DPA Perubahan)
- Dalam tahun 2022, ada 5 buah proyek pekerjaan lampu jalan dengan akumulasi dana sebesar Rp. 500 juta lebih, hingga pertengahan tahun 2023 tidak pernah dikerjakan artinya progress pekerjaannya 0% tersebar di 5 desa/negeri seperti Negeri Hative Kecil, Desa Halong, Desa Galala, Kec, Wainitu dan Gunung Nona
penyelenggara Negara, maka apa yang telah dilakukan oleh anggota DPRD, adalah suatu perbuatan yang telah melenceng jauh dari tupoksi yang diamanatkan oleh Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku, dimana dalam penggunaan anggaran harus efisien, terarah memperhatikan rasa keadilan serta dapat dipertanggung jawabkPerbuatan mana telah melanggar :Perpres No.16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, sebagaimana yang telah diubah dengan Perpres No. 12 Tahun 2021
Pasal 7 ayat 1 point f : “semua pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa, memenuhi etika, menghindar dan mencegah pemborosan dan pembocoran keuangan Negara”
PP No.12 tahun 2019 tenang Pengelolaan Keuangan Daerah Pasal 3 ayat 1 : “pengelolaan keuangan daerah dilakukan secara tertib, efisien dan ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab, dengan memperhatikan rasa keadilan, kepatuhan, manfaat untuk masyarakat serta taat pada ketentuan perundang-undangan
Kami ajukan saran/usul kepada KPK agar secara tegas memutuskan melalui sebuah instruksi atau apapun namanya yang menyatakan bahwa :DPRD tidak punya wewenang untuk mengelola dana POKIR secara langung, dan kewenangan itu hanya ada pada Pemkot Ambon (executive)Pemkot Ambon dalam perencanaan untuk menetapkan anggaran khususnya dana POKIR, agar memperhatikan ketersediaan anggaran pada kas daerah, supaya tidak terjadi gagal bayar yang berakibat terjadinya hutang daerahKami akan terus membantu KPK dalam melaporkan setiap kasus yang menjurus ketindak pidana korupsi, sehingga program pemerintah dalam meminimalisir perbuatan penyelewengan keuangan daerah dapat mencapai hasil yang diharapkan.(*)
|