Ambon, Sirimaupos.com- Kepemimpinan Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa dan Wakil Gubernur Maluku Abdullah Vanath kini mulai diuji dengan berbagai persoalan sosial di masyarakat Maluku baik konflik-konflik yang terjadi di sejumlah daerah di Maluku, pengibaran Bendera Republik Maluku Selatan (RMS) hingga adanya isu mengakarnya “Gurita Wailela” dalam birokrasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Maluku.
Berbagai persoalan yang mengemuka di Maluku kini menghiasi opini-opini publik baik di medsos, instagram, facebook hingga group-group watsaap yang diekspos secara bebas dan dibaca oleh publik.
Ketua DPD GAMKI Maluku, Dr Sami Ritiauw dalam sebuah tulisannya yang disampaikan kepada redaksi Sirimaupos.com mengemuakakan bahwa untuk melaksanakan Sapta Cipta Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa, maka harus didukung dengan situasi dan kondisi yang aman, sehingga program pembangunan bisa berjalan dengan baik.
Sapta Cipta Lawamena merupakan program kerja yang disusun oleh Gubernur Hendrik Lewerissa dan Wakil Gubernur Abdullah Vanath sebagai janji kampanye sebelum terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur pilihan rakyat.
Menurut Gubernur Maluku, Henderik Lewerissa, Sapta Cipta Lawamena adalah sebuah pilihan diksi yang menggambarkan spirit dan strategi pembangunan dan menjadi landasan semua pihak dalam mewujudkan Maluku yang maju sejahtera dan berkeadilan.
“Pilihan strategis di sini adalah bagaimana meningkatkan tata kelola pemerintahan pembangunan dan pelayanan masyarakat. Kita harus memastikan bahwa aparatur sipil negara pemerintah Provinsi Maluku harus menjadi ujung tombak bagi pelayanan masyarakat dan pembangunan karena itu harus memiliki kemampuan karakter yang baik dan memiliki identifikasi yang tinggi untuk dikontribusikan secara produktif bagi kemajuan daerah,” ungkapnya saat Apel Perdana dengan ribuan ASN Lingkup Pemerintah Provinsi Maluku yang berlangsung di Auditoium Unpatti, Rabu (5/3/2025) lalu
Dalam realitas dan kenyatannya, Sapta Cipta Lawamena yang diprioritaskan oleh LAWAMEN ternyata masih diuji dengan berbagai persoalan keamanan, politik hingga isu adanya “Gurita Wailela” yang diilustrasikan dengan kekuatan dan pengaruh jaringan mantan Gubernur Maluku Murad Ismail yang masih berada dalam pimpinan-pimpinan strategis OPD Pemerintah Provinsi Maluku.
Diduga, Sekda Maluku Ir Sadali Ie adalah salah satu pentolan dalam jaringan kekuasaan MI yang belum dievaluasi oleh Gubernur Henrdik Lewerissa karena hampir semua kepala dinas, kepala badan, lembaga hingga jabatan-jabatan esalon III dan IV yang ada di Pemerinatahan Provinsi Maluku merupakan penjaringan dan perpanjangan tangan dari mantan gubernur MI yang diprediksi menjadi lawan politik yang akan bersembunyi dalam “selimut” Sapta Cipta LAWAMENA.
Selain dalam kubu pemerintahan Provinsi Maluku, kolaborasi politik dan keamanan juga menjadi bagian yang dimainkan oleh Forkopimda Maluku. Banyak perosalan hukum yang tidak tuntas di Kejaksaan dan Kepolisian mengakibatkan keresahan bagi masyarakat, yang berkembang menjadi demo damai, aksi sosial hingga tindakan anarkis yang merugikan.
Dirilis dari TualNews.com, Badan Eksekutif Mahasiswa Nusantara Daerah Maluku mendesak Forum Komunitas Intelijen Daerah Maluku harus di evaluasi kembali, menyusul rentetan konflik yang terjadi di beberapa kab/kota di Provinsi Maluku, hingga terakhir pengibaran benang raja alias bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di pantai Wainitu, Kawasan Talake Kecamatan Nusaniwe Kota Ambon, Sabtu dini hari (12/4/2025).
Koordinator Daerah BEM Maluku, Adam R. Rahantan, dalam keterangan tertulisnya yang diterima Sirimaupos.com Senin (14/14 / 2025 ) memaparkan rentetan konflik, dan Pengibaran Bendera RMS di Maluku antara lain: konflik antar kelompok pemuda di Kabupaten Maluku Tenggara. Peristiwa ini menyebabkan 2 orang meninggal dunia dan 14 orang warga dan anggota Polres Malra terluka, ( Minggu, 16 Maret 2025 )
Konflik terjadi antar pemuda Negeri Administratif Kufar dan pemuda Negeri Administratif Kilga, Watubau Kabupaten SBT (Minggu, 30 Maret 2025)
Konflik terjadi antara Warga Negeri Tial dan Negeri Tulehu, Kecamatan, Salahutu Kabupaten Malteng. Akibat peristiwa itu, 1 orang meninggal dunia dan dua orang dilaporkan luka. ( Senin, 31 Maret 2025 )
Konflik terjadi di Utara Pulau Seram, Dimana kelompok asal Negeri Sawai dan Negeri Rumahloat Kecamatan Seram Utara. Akibat dari kejadian tersebut 1 korban meninggal dunia yaitu Anggota Polri. (Kamis, 03 April 2025)
Konflik terjadi antara warga desa Lumasebu dan Desa Kilmasa, Kecamatan, Kormomolin, Kabupaten Kepulauan Tanimbar. Peristiwa tersebut menyebabkan 5 orang warga dari kedua desa bertikai mengalami luka panah (Minggu, 6 April 2025)
Selain itu, konflik yang terjadi di Pulau Haruku antara Warga Kabaw dan Kailolo, serta berbagai persoalan hukum yang tidak tuntas oleh pihak kepolisian.
Pengibaran benang raja alias bendera Republik Maluku Selatan (RMS) di pantai Wainitu, Kawasan Talake Kecamatan, Nusaniwe Kota Ambon, Sabtu (12/4/2025), dini hari menjunjukkan bahwa kelompok RMS di Maluku masih eksis?… Ataukah ada pembentukan opini lain untuk menekan pemerintah pusat agar memperhatikan Maluku sebagai sebuah Daerah Otonomi Khusus?
Selain itu, berkibarnya Bendera RMS di Maluku bisa saja merupakan isu lain untuk mengalihkan perhatian dalam menuntaskan berbagai persoalan hukum yang masih menjadi PR bagi pemerintah dan aparat penegak hukum.. ALA HU ALAM…(*)









